my family's.....
Imam sp.
Kamis, 02 Agustus 2012
Laporan
Bioteknologi Pangan
Oleh : Teguh Imam
M 0361 11 044 Bio 2D
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Membahas tentang IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) memang
merupakan sesuatu yang mengasyikan sekaligus kadang-kadang juga tidak
mengenakan. Itu karena bahasan IPA yang sangat luas menyangkut segala sesuatu
yang ada di jagat raya ini baik yang sudah diketahui maupun yang baru dalam
tahap prediksi-prediksi para ahli. Ketika membahas suatu yang baru ditemukan
atau yang masih dalam taraf ”pengetahuan” saja, IPA bisa jadi tema perbincangan
yang apik dan seru. Tetapi kalau sudah berbicara tentang sesuatu yang lebih
mendetail dari pengetahuan tersebut, kadang-kadang berbincang-bincang tentang
IPA menjadi hal yang membosankan terutama jika membahas rumus-rumus yang rumit.
Hal yang sangat berbeda ketika saya mencoba membahas
tentang bioteknologi, khususnya bioteknologi yang berkaitan dengan pangan.
Banyak hal yang menarik yang saya dapatkan dalam masalah ini. Salah satunya
adalah berbagai temuan-temuan jenis pangan yang dihasilkan dari proses-proses
bioteknologi itu sendiri. Varian-varian tumbuhan yang dihasilkan tidak hanya
memiliki kualitas yang lebih baik, tetapi juga membuat kuantitas tanaman itu
menjadi meningkat.
Lalu apa yang dimaksud dengan bioteknologi? dan apakah
bioteknologi mampu untuk menjawab kebutuhan manusia akan pangan dunia yang
pertumbuhannya tidak seimbang itu? Pada makalah inilah hal itu akan dibahas.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas dirumuskan masalah sebagai
berikut :
1.2.1 Apa yang dimaksud dengan bioteknologi?
1.2.2 Apa saja kegiatan-kegiatan yang dilakukan
dalam bioteknologi pangan?
1.2.3 Apa saja contoh-contoh hasil dari
bioteknologi pangan?
1.2.4 Apa dampak negatif yang ditimbulkan dari
proses bioteknologi pangan ini?
1.2.5 Bagaimana solusi untuk mengurangi dampak
negatif dari proses bioteknologi pangan?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini yaitu:
1.3.1 Untuk mengetahui pengertian bioteknologi.
1.3.2 Untuk mengetahui kegiatan-kegiatan
yang dilakukan dalam bioteknologi pangan.
1.3.3 Untuk mengetahui contoh-contoh
hasil dari bioteknologi pangan.
1.3.4 Untuk mengetahui dampak
negatif yang ditimbulkan dari proses bioteknologi pangan.
1.3.5 Untuk mengetahui solusi
untuk mengurangi dampak negatif dari proses bioteknologi pangan.
1.4 Manfaat Penulisan
Adapun beberapa manfaat yang dapat kami uraikan dalam
penulisan makalah ini yaitu:
1.4.1 Kita dapat mengetahui pengertian bioteknologi.
1.4.2 Kita dapat mengetahui kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam bioteknologi
pangan
1.4.3 Kita dapat mengetahui contoh-contoh
hasil dari bioteknologi pangan.
1.4.4 Kita dapat mengetahui dampak negatif yang ditimbulkan dari proses
bioteknologi pangan.
1.4.5 Kita dapat mengetahui solusi untuk mengurangi dampak negatif dari proses
bioteknologi pangan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Bioteknologi
Selama bumi ini ada, selama itu pulalah manusia akan
tetap ada dengan segala kebutuhan yang dari hari-kehari kian meningkat baik
kulitas maupun kuantitasnya. Meningkatnya kulitas hidup serta nilai-nilai
budaya manusia itu sendiri akan menuntut peningkatan dari kulitas kebutuhannya,
sedangkan pertambahan jumlah populasi manusia akan meningkatkan kuantitas
kebutuhan tersebut.
Untuk memenuhi kebutuhan manusia tersebut maka berkembanglah
suatu kemajuan teknologi baru yang memberikan kesempatan kepada manusia untuk
menjadi arsitek kehidupan yaitu ”Bioteknologi”. Bioteknologi berasal dari kata
“bio” dan “teknologi” yang dapat diartikan sebagai penggunaan organisme atau
sistem hidup untuk memecahkan suatu masalah atau untuk menghasilkan produk yang
berguna.
Bioteknologi dapat didefenisikan sebagai aplikasi
proses biologis dengan menggunakan sel-sel mikroba, tanaman maupun hewan serta
bagian-bagian daripadanya, untuk menghasilkan barang dan jasa. Bioteknologi
terdiri dari 2 kelompok teknologi utama. Kelompok pertama adalah rekayasa
genetika (genetic engineering). Teknologi ini melakukan semacam proses gunting
tempel bagian-bagian tubuh makhluk hidup, termasuk gen untuk menciptakan makhluk
yang unggul. Kelompok kedua adalah kultur jaringan (tissue culture),
penanaman sel-sel yang telah diisolasi dari jaringan atau potongan kecil
jaringan secara in vitro dalam medium biakan.
2.2 Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam
bioteknologi pangan
Bioteknologi pangan merupakan solusi bioteknologi dibidang pangan, sejak
dari mempersiapkan bahan sampai dengan pengolahannya menjadi produk siap olah
maupun siap hidang. Dengan batasan ini ada ruang lingkup kegiatan dapat diklaim
juga sebagai bidang bioteknologi pertanian, serta kultur sel tanaman dalam
rangka menghasilkan bibit unggul tanaman.
Secara garis besar kegiatan bioteknologi pangan dapat dijelaskan sebagai
berikut:
2.2.1. Teknologi Sel Mikroba, untuk produksi pangan terfermentasi dan
aditif pangan.
Jauh beberapa abad yang silam, teknologi sel mikroba tanpa disadari sudah
diaplikasikan orang dibidang pangan, barangkali lebih didorong oleh tujuan
pengawetan pangan yang menghasilkan berbagi jenis pangan terfermentasi seperti
dadih, miso, tauco, tape dan sebagainya.
Barangkali teknologi mikrobial tertua untuk menghasilkan bahan kimia
(sekaligus bahan pangan) adalah produksi etanol oleh khamir dan proses
lanjutannya untuk mengahasilkan cuka (asam asetat) oleh bakteri. Pada awal PD
II ditemukan teknologi produksi gliserol oleh khamir yang diransang oleh
kebutuhan untuk memproduksi dinamit. Berbagai macam asam dan enzim sudah dapat
dihasilkan dengan bantuan mikroba ini. Bahkan sederetan bahan kimia lain yang
telah dapat diproduksi secara mikrobial. Intinya, mikroba sudah terbukti
merupakan agen biologis yang sangat potensial untuk mengahsilkan berbegai jenis
zat kimia. Banyak diantaranya merupakan bahan aditif pangan.
Teknologi produksi aditif pangan secara mikrobial dilandasi oleh teknik
manipulasi metabolisme agar zat yang dikehendaki terakumulasi dan dikeluarkan
dari dalam sel. Teknik manipulasi metabolisme ini diperoleh dari mutasi
konvensional seperti radiasi dengan sinar X, UV. Gamma dan penggunaan mutagen
kimia, maupun mutasi modern melalui rekayasa genetik.
2.2.2. Aplikasi Enzim untuk persiapan Bahan maupun Pengolahan Pangan
Yang paling tua dari teknologi ini adalah proses pembuatan keju. Kini
teknologi aplikasi enzim untuk persiapan maupun pengolahan pangan sangat luas.
Aplikasi yang tergolong kelompok pertama misalnya pembuatan sirup glukosa dari
pati-patian yang melibatkan enzim-enzim α dan β amylase, amiloglukosidase dan
pullulanase, konversi glukosa ke fruktosa oleh glukosaisomerase, penggunaan
pektinase untuk membantu ekstraksi pati dari bahan asalnya, modifikasi pati
untuk mengubah sifat fungsionalnya dan sebagainya.
Pada kelompok kedua selain contoh klasik pembuatan keju adalah misalnya
penggunaan lipase untuk menghasilkan emulsifier, surfaktant, mentega, coklat
tiruan, protease untuk membantu pengempukan daging, mencegah kekeruhan bir,
naringinase untuk menghilangkan rasa pahit pada juice jeruk, glukosa oksidase
untuk mencegah reaksi pencoklatan pada produk tepung telur dan lain-lain.
2.2.3. Kultur Sel atau Jaringan tanaman dan Tanaman Transgenik
Sel tanaman mempunyai kemampuan yang disebut “totipotency”, yaitu kemampuan
tumbuh dan berkembang biak untuk menjadi tanaman lengkap pada medium yang
memenuhi syarat. Dapat pula sel tersebut tumbuh tanpa mengalami deferensiasi.
Hal ini tertgantung pada kadar hormone pertumbuhan yang diberikan. Dengan
kenyataan ini maka kemungkinan pemberdayaan sel atau jaringan tanaman untuk
maksud-maksud berikut:
·
Produksi zat
kimia atau aditif pangan
·
Menumbuhkan
tanaman (dengan produk bahan pangan) bersifat tinggi.
·
Menumbuhkan
tanaman dengan produktifitas bahan pangan tinggi.
Sifat variasi somaklonal dari sejumlah populasi sel tanaman yang tumbuh
dapat digunakan untuk menseleksi sel tanaman yang unggul untuk memproduksi
metabolit tertentu. Produk-produk aditif yang dapat diharapkan dari sel tanaman
antara lain:
·
Zat warna pangan
(antosianin, betasinin, saffron)
·
Flavor
(strawberry, anggur, vanilla, asparagus)
·
Minyak atsiri
(mint, ros, lemon bawang)
·
Pemanis
(steviosida, monelin)
Untuk semua tujuan aplikasi sel tanaman, aplikasi teknik-teknik pemindahan
gen seringkali diperlukan. Ini mencakup teknik-teknik hibridisasi somatik,
breeding sitoplasmik, mikroinjeksi gen, teknik transwitch, transfer gen dengan
perantaraan vektor.
Manipulasi tanaman dengan produk tanaman pangan bersifat khusus
contoh-contohnya adalah:
·
tanaman tahan
terhadap herbisida
·
tanaman yang
menghasilkan insektisida
·
tanaman yang
tahan terhadap kondisi tertentu
·
kacang tanah
yang asin rasanya tanpa diberi bahan tambahan
Tanaman dengan produktifitas pangan tinggi dapat terdiri dari 2 bentuk: (i)
tanaman dengan rasio biomassa dapat meningkat, misalnya ukuran tanaman
diperkecil tapi buah diperbesar, (ii) tanaman dengan umur panen yang singkat
sehingga menambah frekuensi panen dalam satu tahun seperti yang sudah diperoleh
pada padi.
Tanaman transgenik adalah khususnya tanaman yang mempunyai gen hasil alihan
dari mikroorganisme lain (walaupun definisi ini adalah yang berarti asal
menerima gen dari luar tanaman itu sendiri, jadi termasuk yang berasal dari
tanaman juga). Contoh tanaman dengan definisi pertama adalah tanaman yang
mengandung gen racun serangga dari Bacillus thuringiensis (gen Bt). Tanaman
kentang tahan terhadap herbisisda biolaphos, tanaman kapas tahan terhadap
herbisisda glyphosate.
2.2.4. Kultur sel Hewan dan Hewan Transgenik
Kultur sel hewan adalah sistem menumbuhkan sel manusia maupun hewan untuk
tujuan memproduksi metabolit tertentu. Pada saat sekarang aplikasi dari system
ini banyak digunakan untuk menghasilkan untuk menghasilkan produk-produk
farmasi dan kit diagnostik dengan kebanyakan jenis produk berupa molekul
protein kompleks. Hal yang paling mendorong kearah aplikasi ini adalah karena
biaya operasionalnya yang tinggi, terutama medium. Selain itu system
metabolisme sel hewan tidak “seramai” pada system metabolisme sel tanaman.
Sekalipun demikian ada aplikasi yang berhubungan tidak langsung dengan masalah
pangan, misalnya: penetapan jenis kelamin dari embrio yang akan ditanam,
penentuan masa ovulasi dari sapid an fertilisasi in vitro untuk hewan. Aadapun
contoh-contoh produk yang biasa dihasilkan oleh sel hewan misalnya: interferon,
tissue plasminogen activator, erythroprotein, hepatitis B surface antigen.
Hewan transgenic adalah hewan yang menerima gen pindahan dari organisme lain
(atau hewan yang sama) untuk tujuan-tujuan yang tentunya dianggap menguntungkan
bagi manusia. Ada jenis hewan transgenik yang dianggap sebagai system produksi
yang lebih baik bagi beberapa protein yang biasanya doproduksi oleh sisitem sel
hewan, salah satu contohnya adalah produksi t-PA oleh tikus yang depresi pada
susu. Dunia perikanan pun tak ketinggalan dengan mengklon gen beku pada ikan
salmon agar tahan dingin sehingga menunda masa bertelur dan sebagai gantinya
meningkatkan bobot badannya.
2.2.5. Rekayasa Protein
Aplikasi rekayasa protein dalam bidang pangan melibatkan dua hal: (i) enzim
melalui modifikasi molekul protein dan (ii) modifikasi protein pangan untuk
mengubah sifat fungsionalnya. Dalam hal tujuan pertama sasarannya stabilitas
enzim pada kondisi-kondisi khusus. Sasaran tujuan kedua misalnya memperbaiki
sifat elastisitas, kemampuan membentuk emulsi atau kemampuan menstabilkan
tekstur.
Contoh nyata dalam teknologi enzim misalnya perbaikan kestabilan termal
dari enzim glukosa isomerase. Gukosa isomerase dari Actinomycetes missouriensis
mengalami penggantian arginin oleh lisan pada posisi 253 (K253Rl) menghasilkan
jembatan garam yang lebih kuat antar permukaan dimmer sehingga menjadi lebih
tahan panas lebih rendah (sekitar 5.8). Dalam hal modifikasi sifat-sifat
fungsional belum ada contoh nyata yang menerangkan hubungan struktur molekul
dan fungsi, ditambah lagi dengan hal-hal lain seperti interaksi yang komplek
antar molekul protein dengan makromolekul dan mikromolekul. Pemikiran awal
terfokus pada pembentukan hambatan disulfida.
2.3 Hasil dari Bioteknologi Pangan
Teknik-teknik bioteknologi tanaman telah dimanfaatkan terutama untuk
memberikan karakter baru pada berbagai jenis tanaman. Penekanan pemberian
karakter tersebut dapat dibagi kedalam beberapa tujuan utama yaitu peningkatan
hasil, kandungan nutrisi, kelestarian lingkungan, dan nilai tambah
tanaman-tanaman tertentu. Sebagai contoh, beberapa tanaman transgenik yang
dikembangkan adalah:
·
Peningkatan kandungan nutrisi: Pisang,
cabe, raspberries, stroberi, ubi jalar
·
Peningkatan
rasa: tomat dengan pelunakan yang lebih lama, cabe, buncis, kedelai
·
Peningkatan
kualitas: pisang, cabe, stroberi dengan tingkat kesegaran dan tekstur yang
meningkat
·
Mengurangi
alergen: polong-polongan dengan kandungan protein allergenik yang lebih rendah
·
Kandungan bahan
berkhasiat obat: tomat dengan kandungan lycopene yang tinggi (antioksidan untuk
mengurangi kanker), bawang dengan kandungan allicin untuk menurunkan
kolesterol, padi dengan kandungan vitamin A dan besi untuk mengatasi anemia dan
kebutaan
·
Tanaman untuk
produksi vaksin dan obat-obatan untuk mengobati penyakit manusia
·
Tanaman dengan
kandungan nutrisi yang lebih baik untuk pakan ternak, dan lain-lain
Selain itu, pemanfaatan bioteknologi tanaman seperti rekayasa genetika juga
dapat memudahkan petani dalam budidaya tanaman. Misalkan dalam pengendalian
gulma yaitu dengan menghasilkan tanaman yang memiliki ketahanan terhadap jenis
herbisida tertentu. Sebagai contoh adalah Roundup Ready yang terdiri dari
kedelai, canola dan jagung yang tahan terhadap herbisida Roundup. Di dunia saat
ini telah banyak dilepas berbagai tanaman transgenik. Sebagai contoh, di
Asia yaitu di China pada tahun 2006 saja, telah telah ada sekitar 30 spesies
tanaman transgenik, antara lain padi, jagung, kapas, rapeseed, kentang,
kedelai, poplar, tomat (delay ripening dan ketahanan virus), petunia (warna
bunga), paprika (virus resistance), kapas (ketahanan hama) yang telah dilepas
untuk produksi.
Kemajuan dan penerapan bioteknologi tanaman tidak terlepas dari tanaman
pangan. Untuk memenuhi kebutuhan pangan dunia termasuk kebutuhan nutrisi,
kemajuan bioteknologi telah mewarnai trend produksi pangan dunia. Padi saat ini
masih merupakan tanaman pangan utama dunia. Dengan demikian prioritas utama
untuk teknik biologi molekuler dan transgenik saat ini masih diutamakan pada
padi. Selain karena merupakan tanaman pangan utama, padi memiliki genom
dengan ukuran sehingga dapat digunakan sebagai tanaman model utama. Selain padi
tanaman pangan yang telah banyak mendapat sentuhan bioteknologi adalah kentang.
Adapun beberapa contoh dan paparannya adalah sebagai berikut.
Golden Rice
Penerapan bioteknologi pada tanaman padi sebenarnya telah lama dilakukan
namun menjadi sangat terdengar ketika muncul golden rice pada tahun 2001 yang
diharapkan dapat membantu jutaan orang yang mengalami kebutaan dan kematian
dikarenakan kekurangan vitamin A dan besi. Vitamin A sangat penting untuk
penglihatan, respon kekebalan, perbaikan sel, pertumbuhan tulang, reproduksi,
hingga penting untuk pertumbuhan embrionik dan regulasi gen-gen pendewasaan.
Luasan lahan pertanian yang semakin sempit mengakibatkan produksi perlahan
harus ditingkatkan. Peningkatan ini tidak hanya berupa peningkatan bobot panen
namun juga nutrisi atau nilai tambah. Oleh sebab itu dari suatu luasan yang
sebelumnya hanya menghasilkan karbohidrat diharapkan dapat ditambah dengan
vitamin dan mineral. Hal inilah yang mendorong para peneliti padi mengembangkan
Golden Rice. Pada awalnya penelitian dilakukan untuk meningkatkan kandungan
provitamin A berupa beta karoten, dan saat ini fokus penelitian tetap
dilakukan.
Nama Golden Rice diberikan karena butiran yang dihasilkan berwarna kuning
menyerupai emas. Rekayasa genetika merupakan metode yang digunakan untuk
produksi Golden Rice. Hal ini disebabkan karena tidak ada plasma nutfah padi
yang mampu untuk mensintesis karotenoid. Pendekatan transgenik dapat dilakukan
karena adanya perkembangan teknologi transformasi dengan Agrobacterium dan
ketersediaan informasi molekuler biosintesis karotenoid yang lengkap pada
bakteri dan tanaman. Dengan adanya informasi tersebut terdapat berbagai pilihan
cDNA. Produksi prototype Golden Rice menggunakan galur padi japonica (Taipe
309), teknik transformasi menggunakan agrobacterium danbeberapa gen penghasil
beta karoten tanaman daffodil hingga bakteri.
Hasil Bioteknologi pada
Tanaman Kentang
Tanaman pangan dunia yang tidak kalah penting adalah kentang. Seperti
halnya padi, kentang juga menjadi komoditas utama yang menjadi obyek penerapan
bioteknologi tanaman. Teknik bioteknologi saat ini telah banyak digunakan dalam
produksi kentang. Baik dalam teknik penyediaan bibit, pemuliaan kentang, hingga
rekayasa genetika untuk meningkatkan sifat-sifat unggul kentang. Dalam hal
penyediaan bibit, saat ini teknik kultur jaringan telah banyak digunakan.
Teknik kultur jaringan memungkinkan petani mendapatkan bibit dalam jumlah besar
yang identik dengan induknya.
Teknik kultur jaringan juga dapat digunakan untuk menghasilkan umbi mikro
(microtuber). Produksi kentang dari umbi mikro dan umbi konvensional menurut
penelitian tidak berbeda nyata. Skema produksi bibit kentang melalui teknik
kultur jaringan. Umbi mikro kentang Selain itu teknik kultur jaringan pada
tanaman kentang juga bermanfaat terutama untuk preservasi in vitro, fusi
protoplas dan membantu dalam seleksi pada skema pemuliaan tanaman. Pemuliaan
kentang dilakukan untuk meningkatkan sifat-sifat unggul dan menambah sifat baru
sesuai kondisi yang diharapkan. Salah satu kendala utama produksi kentang
adalah serangan penyakit yang tinggi sehingga pemuliaan kentang sering
diarahkan untuk meningkatkan tingkat ketahanan tanaman terhadap penyakit. Jika
dilakukan secara konvensional diperlukan sedikitnya 15 tahun untuk menghasilkan
kultivar baru. Hal ini terjadi karena kentang komersial pada umumnya adalah
tetraploid sehingga persilangan kentang akan menghasilkan keragaman yang sangat
tinggi. Untuk mengatasi permasalahan ini teknik seleksi awal dengan teknik in
vitro telah dilakukan serta dapat juga dilakukan melalui marker assisted
breeding (MAS). Untuk meningkatkan sifat ketahanan dan sifat lain
pendekatan rekayasa genetika juga telah dilakukan melalui fusi protoplast dan
tranformasi genetik.
Contoh pemanfaatan teknik transformasi agrobacterium pada tanaman kentang
adalah dengan menyisipkan gen dari spesies liar yaitu Rpi-blb, Rpi-blb2 yang
dapat meningkatkan ketahanan terhadap Phytopthora infestans. Kentang tersebut
dinamakan dengan kultivar Kathadin. Contoh lain adalah kentang dengan kandungan
pati yang tinggi yang dapat menghasilkan kentang goreng dan kripik kentang
dengan kualitas yang lebih baik karena menyerap lebih sedikit minyak ketika
digoreng. Kentang ini dirakit dengan rekayasa genetika dengan menginsert gen
dari bakteri ke kentang Russet Burbank. Gen tersebut dapat meningkatkan
kandungan pati umbi yang dihasilkan dan menurunkan penyerapan minyak sewaktu
digoreng. Hal ini dianggap menguntungkan karena dapat menurunkan biaya produksi
sekaligus lebih sehat bagi konsumen.
Hasil penerapan bioteknologi
tanaman pada tanaman hortikultura
Dengan semakin meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan arti
penting kesehatan, kebutuhan akan produk-produk hortikultura sebagai sumber
vitamin meningkat. Selain itu dari sisi kesehatan mental, kebutuhan produk
hortikultura yang lain yaitu berbagai tanaman hias turut meningkat. Teknik
kultur jaringan telah dimanfaatkan secara luas pada tahaman hortikultura,
seperti perbanyakan klonal yang dikombinasikan dengan teknik bebas virus pada
kentang, pisang, anggur, apel, pear dan berbagai jenis tanaman hias, serta
penyelamatan embrio untuk mendapatkan tanaman hibrida dari hasil persilangan
interspecies. Teknologi rekayasa genetika juga telah diaplikasikan pada tanaman
hortiklutura. Sebagai contoh yang cukup terkenal adalah Tomat FlavrSavr.
Tomat merupakan salah satu produk hortikultura utama. Seperti produk
hortikultura pada umumnya, tomat memiliki shelf-life yang pendek.
Shelf-life yang pendek ini disebabkan dengan aktifnya beberapa gen seperti
pectinase saat tomat mengalami kematangan. Dengan kondisi seperti ini, tomat
sulit sekali untuk dipasarkan ke tempat yang jauh terlebih untuk
ekspor. Biaya pengemasan sangat mahal seperti menyediakan box yang
dilengkapi pendingin. Untuk mengatasi hal ini para peneliti di Amerika mencoba
merekayasa kerja gen polygalacturonase (PG) yang berasosiasi dengan shelf-life
tomat yaitu dengan menginsert antisense dari gen PG.
Dengan demikian shelf-life tomat menjadi lebih lama. Tomat ini dinamakan
dengan FlavrSavr. Pada industri tanaman hias, teknik kultur jaringan telah
digunakan secara meluas pada berbagai tanaman hias. Teknik kultur jaringan yang
diaplikasikan mencakup kultur meristem, organogenesis dan somatic
embryogenesis, konservasi, eliminasi patogen.
Sementara itu untuk meningkatkan keragaman dapat memanfaatkan adanya
variasi somaklonal. Hal ini sangat penting dilakukan mengingat tanaman hias
kebanyakan dinilai dari segi estetika dan kelangkaannya, serta bentuk-bentuk
baru seperti bentuk serta warna daun dan bunga, arsitektur tanaman, serta
sifat-sifat unik tanaman tertentu. Teknik lain untuk keperluan ini adalah
mutasi. Pada industri tanaman hias dalam pot sering digunakan Zat Pengatur
Tumbuh untuk mengatur pola pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Contohnya
adalah penggunaan retardan untuk membuat pertumbuhan menjadi pendek dan
meroset.
Pemanfaatan rekayasa genetika pada tanaman hias berpotensi untuk
menambahkan sifat-sifat baru yang unik. Contoh tanaman yang telah direkayasa
antara lain krisan dan mawar dengan tingkat ketahanan dan vase life yang lebih
tinggi. Somatic embryogenesis Euphorbia pulcherrima. Hasil variasi somaklonal
pada spesies Anthurium
Hasil penerapan bioteknologi
tanaman pada tanaman perkebunan
Bioteknologi juga diterapkan pada beberapa tanaman perkebunan seperti tebu,
tembakau, kelapa sawit dan lain-lain. Hingga saat ini kapas merpuakan komoditas
yang paling banyak mendapat sentuhan bioteknologi. Di Amerika, hingga saat ini
tanaman transgenik yang paling banyak dilepas adalah kapas.
Kapas transgenik yang terkenal adalah kapas Bt (Bacillus thuringiensis).
Dengan introduksi gen Bt ke tanaman kapas, tanaman kapas menjadi tahan terhadap
hama yang disebabkan tanaman dapat memproduksi protein Bt-toxin. Bt pertama
ditemukan tahun 1911 dan terdaftar sebagai biopestisida di Amerika Serikat
tahun 1961.
Salah satu dari sekian banyak kerugian merokok adalah gangguan kesehatan
karena kadar nikotin yang tinggi. Pendekatan bioteknologi dilakukan untuk
mengatasi permasalahan ini yaitu dengan merakit tanaman tembakau yang bebas
kandungan nikotin. Dengan cara ini perokok dapat terkurangi resiko gangguan
kesehatannya.
Pada tahun 2001 jenis tembakau ini diklaim dapat mengurangi resiko serangan
kanker akibat merokok. Selain bebas nikotin, sentuhan bioteknologi lain juga
dilakukan untuk tanaman tembakau misalnya dengan meningkatkan aroma menggunakan
gen aroma dari tanaman lain. Salah satu yang telah berhasil adalah menggunakan
monoterpene synthase dari lemon.
2.4 Dampak negatif yang ditimbulkan dari proses
bioteknologi pangan
Pemanfaatan bioteknologi untuk meningkatkan produksi pertanian menimbulkan
kecemasan bagi sementara pihak tentang kesehatan, yang menyangkut keselamatan
umum, perlindungan lingkunga sampai resiko terhadap kesehatan perorangan.
Bioteknologi pertanian memberikan harapan terciptanya suatu isitem pertanian
yang berkelanjutan. Tetapi ada yang berpendapat bahwa bioteknologi dapat
mengakibatkan terciptanya gulma baru maupun hama dan penyakit baru, memasukkan
racun dalam makanan, merusak pendapatan petani, mengganggu sistem pangan dunia,
dan merusak keanekaragaman hayati.
Pentingnya lingkungan dalam sistem pertanian sering dikaitkan dengan
konservasi sumber daya alam dan sumber daya hayati. Kekhawatiran dari penerapan
bioteknologi pertanian adalah potensi timbulnya organisme baru yang dapat
berkembang biak dengan tidak terkendali sehingga merusak keseimbangan alam.
Tanaman transgenik yang memiliki keunggulan sifat-sifat tertentu dikhawatirkan
menjadi “gulma super” yang berperilaku seperti gulma dan tidak dapat dikendalikan.
Selain menimbulkan dampak agroekosistem, produk pangan transgenik dikhawatirkan
membahayakan bagi kesehatan manusia. Salah satu tanaman transgenik dapat
menimbulkan alergi pada uji laboratorium, yaitu kedelai transgenik yang
mengandung methionine-rich protein dari Brazil.
Ada empat jenis resiko yang mungkin ditimbulkan oleh produk transgenik
yaitu : (1) Efek akibat gen asing yang diintroduksi ke dalam organisme
transgenik, (2) Efek yang tidak diharapkan dan tidak ditargetkan akibat
penyisipan gen secara random dan interaksi antara gen asing dan gen inang di
dalam organisme transgenik, (3) Efek yang dikaitkan dengan sifat konstruksi gen
artifisial yang disisipkan ke dalam organisme transgenik, dan (4) Efek dari
aliran gen, terutama penyebaran secara horizontal dan sekunder dari gen dan
konstruksi gen dari organisme transgenik ke spesies yang tidak berkerabat.
Resiko di atas menimbulkan potensi bahaya bagi lingkungan dan manusia
sebagai berikut: (1) Pemindahan DNA transgenik secara horisontal ke mikroorganisme
tanah, yang dapat mempengaruhi ekologi tanah, (2) Kerusakan organisme tanah
akibat toksin dari transgenik yang bersifat pestisida, (3) Gangguan ekologis
akibat transfer transgen kepada kerabat liar tanaman, (4) Kerusakan pada
serangga yang menguntungkan akibat transgenik bersifat pestisida, (5) Timbulnya
virus baru, (6) Meningkatnya resistensi terhadap antibiotik, termasuk dan
terutama pada manusia yang memakan produk transgenik, dan (7) Meningkatnya
kecenderungan allergen, sifat toksik atau menurunnya nilai gizi pada pangan
transgenik.
Keamanan pangan merupakan jaminan bahwa suatu pangan tidak akan menyebabkan
bahaya bagi konsumen, apaila pangan tersebut disiapkan/dimasak dan atau
dikonsumsi sesuai dengan petunjuk dan penggunaan makanan tersebut. Untuk
produksi bahan pangan, jasad hidup yang digunakan haruslah jasad hidup kelompok
GRAS (Generally Recognizes as Safe), yaitu kelompok jasad hidup yang dianggap
aman digunakan sebagai sumber bahan pangan.
Dalam rangka pengendalian pangan, parameter obyektif sangat diperlukan
dalam pembuatan keputusan. Hal itu adalah kebutuhan terhadap kualitas pangan
dan standard keamanan, pedoman dan rekomendasi. Perdagangan pada pangan organik
dan hasil pertumbuhan pada sektor ini dibatasi oleh ketidakadaan peraturan yang
harmonis diantara partner-partner dagang yang potensial. Pada tahun 1991,
masyarakat Eropa mengadopsi peraturan tentang produksi organik hasil pertanian.
Pada tahun 1999, CODEX Alimentarius Commission (CAC) membuat pedoman untuk
produksi, pemrosesan, pelabelan dan pemasaran makanan-makanan yang diproduksi
secara organik. Peraturan-peraturan ini mengatur prinsip-prinsip produksi
organik di lahan, pada tahap persiapan, penyimpanan, transportasi, pelabelan
dan pemasaran. Hal ini tidak secara langsung mencakup hewan ternak tetapi pada
proses pengembangan peraturan untuk produksi hewan ternak secara organik.
Adopsi dari pedoman internasional merupakan langkah yang penting dalam
penyediaan pendekatan yang terpadu untuk mengatur subsektor makanan organik dan
fasilitas bagi perdagangan makanan organik. Pemahanam umum tentang pengertian
dari organik seperti halnya yang ada pada pedoman internasional yang diketahui
memberikan ukuran yang penting terhadap gerakan pemberdayaan perlindungan
konsumen melawan praktek-praktek kecurangan.
2.5 Solusi untuk mengurangi dampak negatif dari
proses bioteknologi pangan
Pengertian pertanian organik awalnya berkembang dari konsep pertanian akrap
lingkungan yang di perkenalkan oleh Mokichi Okada pada tahun 1935, yang
kemudian dikanal dengan konsep Kyusei Nature Farming (KNF). Konsep ini memiliki
lima prinsip, yaitu : (1) Menghasilkan makanan yang aman dan bergizi; (2)
Menguntungkan baik secara ekonomi maupun spiritual; (3)
Mudahdipraktekkan dan mampu langgeng; (4) Menghormati alam dan
menjaga kelestarian lingkungan; dan (5) Menghasilkan makanan yang cukup untuk
manusia dengan populasi yang semakin meningkat.
Pertanian organik merupakan metode pertanian yang tidak menggunakan pupuk
sintetis dan pestisida. Gambaran ini tidak menyebutkan esensi dari bentuk
pertanian, tetapi pengelolaan pertanian seperti pemupukan tanah dan
pengendalian masalah hama penyakit. Meskipun banyak teknik tunggal yang
digunakan pada pertanian organik digunakan dalam kisaran luas sistem
pengelolaan pertanian, yang membedakan pertanian organik adalah titik tekan
dari pengelolaannya. Pada sistem organik titik tekannya adalah pemeliharaan dan
pengembangan secara menyeluruh pada kesehatan tanah-mikroba-tanaman-hewan
(holistic approach) pada pertanian individual, yang berpengaruh terhadap hasil
saat ini dan di masa mendatang. Penekanan pada pertanian organik adalah pada
penggunaan input (termasuk pengetahuan) dengan cara yang mendorong proses
biologis dalam penyediaan unsur hara tersedia dan ketahanan terhadap serangan organisme
pengganggu tanaman. Pengeloaan secara langsung diarahkan pada pencegahan
masalah, dengan menstimulasi proses-proses yang mendukung dalam penyediaan hara
dan pengendalian hama penyakit.
Departmen Pertanian Amerika Serikat (1980), menegaskan konsep pertanian
organik adalah sebagai berikut: sistem produksi yang menghindari penggunaan
pupuk sintetis, pertisida, hormon pertumbuhan, dan bahan aditif sintetik
makanan ternak. Untuk hasil yang maksimum, sistem pertanian organik
mengandalkan rotasi tanaman, sisa-sisa tanaman, pupuk kandang, legume, pupuk
hijau, sampah-sampah organik, budidaya mekanis, batuan mineral, dan aspek-aspek
pengendalian hama penyakit biologis untuk memelihara produktivitas tanah untuk
menyediakan hara tanaman dan untuk mengendalikan serangga, gulma dan organisme
pengganggu tanaman lainnya.
Menurut CAC (1999), pertanian organik adalah keseluruhan sistem pengelolaan
produksi yang mendorong dan mengembangkan kesehatan agroekosistem, termasuk
keragaman hayati, siklus biologis dan aktivitas biologis tanah. Hal itu
menekankan penggunaan praktek-praktek pengelolaan yang mengutamakan penggunaan
input off-farm yang memperhitungkan kondisi regional sistem yang disesuaikan
secara lokal. Hal ini merupakan penyempurnaan dengan menggunakan jika memungkinkan
agronomik, biologis, dan metode mekanis yang bertentangan dengan penggunaan
bahan-bahan sintetik untuk memenuhi fungsi-fungsi spesifik dalam sistem.
Sistem pertanian organik berpijak pada kesuburan tanah sebagai kunci
keberhasilan produksi dengan memperhatikan kemampuan alami dari tanah, tanaman,
dan hewan untuk menghasilkan kualitas yang baik bagi hasil pertanian maupun
lingkungan. Ada tiga kunci yang harus ada pada sistem pertanian organik,
yaitu : (1) merupakan suatu sistem pertanian menyeluruh; (2) membatasi bahan
aatau input noorganik; dan (3) menjaga kelestariaan dan kelangsungan
agroekosistem. Prinsip pertanian organik adalah bersahabat dan selaras dengan
lingkungan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Dari penjelasan yang telah dipaparkan pada bagian
pembahasan, dapat disimpulkan bahwa penerapan
bioteknologi pangan yang bertujan demi ketahanan pangan adalah sesuatu yang
baik dan berguna untuk kelangsungan kehidupan manusia dan juga makhluk bumi.
Jika ternyata hasil dari proses bioteknologi pangan tersebut menimbulkan dampak
balikan yang justru membahayakan bagi kesehatan manusia itu sendiri, penulis
merasa itu adalah salah satu bagian dari cuplikan adegan proses panjang ke arah
penemuan cara untuk menghasilkan ketahanan pangan bagi masyarakat dunia. Karena
kita harus percaya bahwa kesempurnaan adalah milik Tuhan yang
maha segala-galanya dan kita sebagai makhluk ciptaannya harus berusaha
minimal untuk mencapai satu bagian (walaupun kecil) dari kesempurnaan tersebut.
Haram hukumnya bagi kita untuk menghentikan sebuah proses discovery (penemuan)
hanya dengan alasan-alasan yang bahkan jauh lebih tidak ilmiah dari apa yang
kita temukan. Dalam masalah bioteknologi pangan yang justru menimbulkan bahaya
bagi kesehatan, salah satu solusinya adalah pertanian organik. Karena pertanian
organik ini lebih mengutamakan kesuburan tanah sebagai faktor penting
pertumbuhan tanaman.
Daftar Pustaka
Langganan:
Postingan (Atom)